Senin, 10 Maret 2014

Are You Chinese or Malay?




Pertanyaan ini kerap mengikuti seperti bayangan, yang muncul di kala hari panas, matahari sedang bermurah hati. Di sini, matahari memang bermurah hati senantiasa. Sementara itu, sosok gelap seperti Lucifer masih bersemayam di kedalaman psyche. Mengintai, seperti dalam sebuah permainan petak umpet. Ia bisa selalu hadir tanpa diharapkan.

Suhu udara ini membuat tubuh saya terasa seperti demam terus. Di pagi hari, ia menggigit kulit, menyisakan rasa tidak nyaman. Di malam hari, air conditioner membunuhnya, namun melahirkan rasa dingin yang serba salah. Tak tega rasanya mengharap hujan, karena bulan-bulan berikutnya konon akan terasa lebih panas.

Saya tidak mengalami hujan tahun ini. Tidak ada yang berarti. Saya selalu ingat rasanya tidur dalam buaian hujan semalam suntuk, Hujan yang seperti hadiah personal dari Tuhan untuk saya. Lalu ketika melihat keluar jendela, ada tetesan-tetesan air, disertai petir, angin memainkan arahnya, hujan menjadi miring. Lalu saya membaca buku, atau melakukan apa saja agar momen hujan itu menjadi sempurna…

Kehujanan seolah kenangan di masa lalu yang begitu indah ketika mengingatnya. Ketika dalam perjalanan pulang, kita berteduh, saat angkasa menggelap dan hujan tercurah. Orang-orang memakai payung, hujan yang sempurna membasahi pohon-pohon dan aspal yang gelap. Kaca mobil berembun.

Saya berdiri di sana. Saya berusaha mengingat momen itu dengan sebaik-baiknya dan di alam pikiran, saya bisa melihat diri saya sendiri di sana. Bersama orang-orang yang sedang berteduh. Nyaris seperti bingung, dan sedang tidak ada payung. Ada harapan konyol seseorang datang menjemput, namun tidak pernah terjadi.

….

Di sini, tidak ada pertanda akan hujan. Musim hujan yang hanya sesaat telah pergi. Juga tak mungkin tiba-tiba suhu menjadi turun. Matahari akan tetap menghadang, berdiri tegak lurus, menyongsong dari arah yang  berlawanan seperti sengaja hendak menghanguskan. Terasa perih.




Sementara itu, diam-diam Lucifer mengintai, merasuki pikiran, berusaha mengelakkan kepala untuk melihat apa yang bisa dilihat mata, mengabaikan apa yang dipikirkan. Seseorang pernah berkata, ‘hidup bukanlah apa yang ada dalam pikiran, tapi apa yang ada di depan mata’.

….

Are you Chinese or Malay?
Jika ada yang bertanya seperti itu lagi, saya ingin menjawab:
Saya datang dari sebuah tempat dimana ras tidak diperbincangkan dengan frontal. Saya adalah Indonesia, seperti semua orang Indonesia dengan masing-masing kerumitannya.

Saya adalah Indonesia, yang bersama semua orang Indonesia di Stadium Putra Bukit Djalil berharap-harap cemas menantikan atlit Indonesia menang melawan negara lain. Lalu kami berteriak Indonesia dan menyanyi lagu “Garuda di Dadaku” dalam pelukan sebuah rasa kebersamaan.

Saya adalah Indonesia, meski saya berdarah Chinese dan atau Malay, saya tidak akan menyebut satu di antara dua pilihan itu, karena Indonesia adalah identitas satu.


Di sini, saya membuat banyak orang menerka. Seperti ketika saya berjalan pulang kantor dan melihat langit, dengan sepenggal bulan sabit di sana. Saya menerka apa batas dari semua yang ada. Saya menerka apakah semua ini nyata.

Ada saat-saat dimana Lucifer itu pergi, itulah ketika saya terpejam dan bernafas dalam. Mencoba benar-benar berada pada momen itu dan berhenti bertanya-tanya lagi, mengikuti saja alur yang alami, menyerah dan percaya pada proses, betapapun terasa berat.

Ada pula saat-saat dimana Tuhan ingin mengajak bercakap-cakap setiap harinya, melalui burung-burung yang terbang rendah setiap hari, burung yang mematuki kaca jendela kantor, seperti hendak berkata, “Aku dikirim Tuhan untuk menenangkanmu”.

Ia membukakan sebuah jalan. Tidak ada yang tahu batasnya. Saya membayangkan diri saya sendiri meniti jalan itu. Saya terlihat dari belakang, memakai ransel, jalan itu ada rerumput, pohon-pohon besar di kiri kanannya. Dedaun jatuh perlahan, seperti di sebuah tempat yang hanya mengenal musim kemarau.

Saya terus melangkah. Kelihatannya asyik sekali, terasa bebas. Meski saya tidak tahu apa yang ada di ujung jalan sana. Apakah akan berbelok ke kiri atau ke kanan.

Saya hanya punya faith, kalau semuanya akan baik-baik saja.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar