Minggu, 13 Oktober 2013

Pernikahan dan Bagaimana Kita Memperlakukan Kenangan-kenangan (A Wedding and How Do We Treat Memories)



Apa jadinya jika dalam sebuah pernikahan tidak ada kamera? Kenangan tidak diabadikan dalam foto-foto, tetapi dalam pikiran…

Setiap saat kita berada dalam sebuah perjalanan yang tak terelakkan, melewati banyak ruang dan waktu. Ada kejadian-kejadian yang membekas, begitu indah, sehingga kita ingin mengabadikannya dalam foto-foto, untuk kemudian kenangan-kenangan bisa dipanggil kembali melalui foto-foto itu.



Ruang dan waktu menjelma sebuah dimensi dalam ruang pikiran kita, tempat kita memanggil kenangan-kenangan itu. Ketika kita melihat foto-foto, kita berharap dibawa kembali ke sana, meski tak secara nyata, tapi pikiran menghidupkan kembali saat-saat indah itu. Barangkali termasuk visual, suara, dan aroma.

Pernikahan selalu kaya dengan visual, aroma dan suara.  Ada wajah-wajah yang berseri-seri, ada tamu-tamu yang datang dengan warna masing-masing. Ada gelak tawa, riuh rendah suara orang mengobrol, musik pengiring dan mungkin dari kejauhan kita bisa mendengar angin yang berdesau. Dalam pernikahan juga ada aroma. Makanan, wewangian, parfum.



Bagaimana kita bisa memerangkap sesuatu sekomplek itu dalam sebuah kata bernama ‘kenangan’?

Hidup adalah rangkaian kejadian-kejadian, momen-momen datang dan pergi tanpa sempat terelakkan. Sedetik yang lalu adalah kenangan pada jam digital yang terus berdetak.

Kenangan selalu menjadi milik masa lalu, ia seperti ‘ibu’ yang melahirkan momen-momen berikutnya sebagai anak-anaknya. Jika demikian, akankah sang ibu harus selalu berusaha mengingatkan anak-anaknya kalau mereka semua berasal darinya? 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar