Jumat, 11 Oktober 2013

Gravity dan Separuh Jalan




Saya membaca cerita pendek berjudul "Separuh Jalan" karya Ismet Fanani lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Sampai sekarang saya masih teringat dengan jalan ceritanya yaitu tentang seorang pria Indonesia yang tinggal di Australia, dan terjerat dalam sebuah hubungan segitiga...

Pria Indonesia ini sudah beristri. Istrinya tinggal di Indonesia, dan ia mengajar di negara kanguru itu. Ada seorang wanita Australia yang kelihatannya berhasil menjerat hatinya, menempatkannya pada sebuah dilema. Ia mencintai istrinya yang tinggal di Padang, tetapi sang wanita bule itu berada dalam semesta yang berbeda, yang menawarkan padanya sesuatu yang menggodanya dalam hari-hari panjang, dalam kesepian-kesepian.

Pria itu menyetir di jalan-jalan Australia yang lengang, hampir kosong, senyap, menantikan saat-saat ia bertemu dengan wanita yang diam-diam menghuni hatinya. Di tempat asing, norma-norma yang memerangkapnya seperti yang terasakan di Indonesia, seolah terlepas. 

Apakah begitu kita meninggalkan tempat yang memeluk kita dengan suatu aturan dan pergi ke tempat lain, maka aturan tersebut akan melepas pelukannya?

"Separuh Jalan" adalah kisah tentang transformasi seorang pria menjadi apa yang mungkin bukan dirinya di suatu tempat yang memberi ruang untuk terjadinya perubahan itu. Tapi, ingat, ini masih separuh jalan. Dia belumlah pergi, belum menyeberang ke tempat yang baru, masih berada di tengah-tengah. Dia tahu, jika dia meneruskan perjalanannya, dia akan merampungkan perjalanannya, yang berada dalam ruang lain. Mungkin berisi ketidaktahuan atau kemungkinan-kemungkinan. 

Apakah kita bisa menjadi sesuatu yang bukan diri kita karena kita memang memilih untuk menjadi sama sekali orang yang berbeda, atau sebenarnya kita tetap sama, dan seseorang yang berbeda itu hanya menunggu untuk muncul?

Jika kita tidak tahu kemana kita akan pergi, mungkin kita akan selama-lamanya berada dalam keadaan separuh jalan. 



Dalam Gravity, Sandra Bullock berada dalam keadaan separuh jalan itu. Hidup di bumi tidak lagi meninggalkan apapun yang berharga untuknya. Anaknya meninggal dalam kecelakaan konyol. Dia rela mati di ruang angkasa, dalam senyap, bahkan lalu memeluk kesepian-kesepian itu. 

Dalam banyak keadaan, kesepian melahirkan kerapuhan, dan Bullock menampilkan dengan sempurna kerapuhan tersebut. Ia pergi untuk suatu tujuan yang tidak diungkap, selain karena ia adalah seorang astronot. Seorang astronot yan separuh jalan dalam perjalanan kembali ke bumi. 

Lalu, kita mendengar kalau hidup adalah perjalanan, dan karena perjalanan adalah suatu titik tengah, maka dengan sendirinya, hidup adalah selalu sebuah separuh jalan. 

Kita semua separuh jalan. Saat lahir kita meninggalkan garis start, dan sekarang kita terus berjalan. 

Namun, tidak semua orang ingin terus berjalan. Bullock salah satunya. Ia melihat puing-puing luar angkasa, meluluhlantakkan pesawat angkasanya, melahirkan kesulitan demi kesulitan. 

Apakah berdoa kepada Tuhan akan lebih cepat didengar ketika kita berada di sana. Sandra Bullock dalam halusinasi, memikirkan apakah ia akan meneruskan perjalanan, atau tinggal. Ia berada di tengah-tengah.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar